MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS:
MENJAGA MURU'AH DAN KOMITMEN KEPALA KUA
Dalam
sebuah pertandingan sepak bola, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
diibaratkan sebagai seorang striker bagi sebuah tim. Ia menjadi penentu,
sebuah serangan yang dibangun dari kerjasama tim akan membuahkan gol
atau hanya sebuah serangan yang menguras tenaga saja. Begitu pun dalam
Kementerian Agama. Walaupun Kepala KUA beberapa tahun terakhir ini adalah pejabat struktural yang
hanya ber-eselon IV/b, tetapi ia menjadi ujung tombak Kementerian Agama.
Baik buruk citra dan kinerja Kementerian Agama sangat dipengaruhi citra
dan kinerja Kepala KUA dalam melaksanakan tugasnya memimpin Kantor
Urusan Agama Kecamatan.
Banyak
Kepala KUA yang mampu dengan sangat baik melaksanakan tugasnya,
sehingga masyarakat lebih menghormati dan menghargai dirinya daripada
pejabat setingkat lainnya ataupun pimpinan pondok pesantren di
daerahnya. Namun, tidak bisa dipungkiri masih banyak Kepala KUA yang
belum mampu bekerja memimpin KUA Kecamatan dengan baik. Banyak dari
mereka yang masuk kantor hanya sekadar untuk pingerprint dan mengecek
jumlah pernikahan saja, dengan keadaan kantor yang berantakan, dan staf
yang tidak tahu apa yang harus dikerjakannya.
Komplain
masyarakat terhadap pelayanan KUA Kecamatan masih sering terdengar dan
menjadi topik dalam media masa. Bahkan beberapa media masa memberitakan
skandal seks yang dilakukan oknum Kepala KUA. Itu semua merupakan
realita yang tidak bisa dibantah dan menjadi PR bagi warga Kementerian
Agama untuk memperbaikinya.
Untuk
itu, Kementerian Agama membutuhkan sosok Kepala KUA yang ideal, yang
mampu menyumbangkan gol-gol keberhasilan yang indah dalam pelaksanaan
tugas Kementerian Agama, dan mampu mengangkat citra KUA Kecamatan secara
khusus dan Kementerian Agama secara umum.
Menteri Agama Tingkat Kecamatan
Kepala
KUA pada realitanya bekerja melebihi tugas pokoknya (dalam arti
positif). Kesimpulan itu diambil karena dengan sangat jelas Keputusan
Menteri Agama (KMA) Nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi KUA
pada pasal 2, bahwa KUA Kecamatan bertugas untuk melaksanakan sebagian
tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama
Islam dalam wilayah kecamatan. Padahal, kenyataannya Kepala KUA tidak
hanya mengurusi bidang urusan agama Islam. Bidang wakaf, haji, penamas
juga digarap oleh Kepala KUA.
Dalam
bidang wakaf, berdasarkan PMA Nomor 1 Tahun 1978 dan PP Nomor 42 Tahun
2006, Kepala KUA ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW). Dalam PP Nomor 42 tahun 2006 (pasal 37), bahwa (1) PPAIW harta
benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau
pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf. (2) PPAIW harta benda wakaf
bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Menteri.
Sedangkan
bidang haji, Keputusan Menteri Agama Nomor 371 tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, mengamanatkan KUA Kecamatan
melakukan bimbingan ibadah haji.
Sementara
dalam bidang penamas—khususnya kemasjidan (yang menurut SOTK lama
menjadi garapan Urais, sedangkan menurut SOTK baru menjadi garapan
Penamas), Kepala KUA bersama dengan Ketua MUI Kecamatan masih tetap
menerbitkan SKB untuk mengukuhkan dan melantik kepengurusan Dewan
Keluarga (atau Kemakmuran) Masjid.
Dengan
demikian, Kepala KUA dapat dikatakan sebagai “Kepala Kementerian Agama
Kantor Kecamatan.” Pasalnya, secara ril Kepala KUA juga mengurusi hampir
semua bidang Kementerian Agama, juga karena Kepala KUA juga diamanatkan
untuk menjadi koordinator keagamaan dan menjadi leading sector
pembangunan bidang agama di wilayah kecamatan.
Dengan
tugas Kepala KUA yang bertumpuk-tumpuk seperti itu tentunya
mengharuskan Kepala KUA bukanlah orang sembarangan. Ia haruslah orang
yang mau bekerja keras, penuh gagasan dan inovasi, serta lincah
berkoordinasi lintas sektoral, walaupun eselonnya hanya IV/b sama dengan
eselon Sekretaris Kelurahan (Seklur). Seorang Kepala KUA ideal akan
terlihat dari sikap-sikapnya, yaitu berakhlak karimah, profesional, dan
terus-menerus berusaha mengembangkan diri.
Berakhlak Karimah
Sikap
ini sengaja lebih didahulukan karena memang akhlak adalah hal yang
paling jelas dilihat dan dinilai masyarakat sebelum kehebatan Kepala KUA
dalam ilmu dan pekerjaannya. Citra Kementerian Agama akan lebih
terganggu dan lebih bernilai buruk di masyarakat, jika seorang Kepala
KUA berakhlak buruk.
Akhlakul
karimah bagi Kepala KUA dapat diindikasikan dengan sikap-sikap utama,
yaitu: menjaga muru’ah, menjadi uswah dalam ibadah, bersikap tegas tapi
santun, berpenampilan rapi dan sopan.
Menjaga
muru’ah adalah sikap menjaga kehormatan diri. Menjaga dari dosa-dosa
kecil, apalagi dosa-dosa besar. Bahkan menjaga diri dari hal-hal yang
bukan dosa tetapi menurut norma yang berlaku tidak layak dan tidak patut
dilakukan.
Kepala
KUA ideal akan menghindari berjingkrak-jingkrak menari di depan umum,
dengan diiringi musik dangdut, dalam suatu kenduri pernikahan umpamanya.
Tetapi ia tidak anti untuk bernyanyi sopan bersama Camat dan Kapolsek
dalam acara kemeriahan di kecamatan misalnya. Jika di antara pegawai
yang dipimpinnya ada wanita (yang tentu bukan isterinya), ia akan
senantiasa menjaga sikapnya. Begitu pula ketika masyarakat yang
dilayaninya adalah wanita.
Selain
itu, sebagai pimpinan Kepala KUA semestinya menjadi teladan bagi para
pegawai yang dipimpinnya dan juga bagi masyarakat yang dilayaninya. Ia
harus menjadi teladan terutama dalam melaksanakan ibadah, karena ia
adalah pimpinan dalam Kementerian Agama.
Alangkah
eloknya jika Kepala KUA telah berwudlu sesaat sebelum adzan dhuhur
berkumandang lantas ia bergegas ke masjid/mushalla ketika adzan
berkumandang untuk shalat berjamaah yang imamnya adalah dirinya. Tidak
lupa ia pun melaksanakan shalat-shalat sunnah seperti Shalat Rawatib dan
Shalat Dhuha. Ketika bulan Ramadhan, di mana pelayanan nikah sepi, ia
akan lebih memilih bertadarrus Al-Qur’an di sela-sela pekerjaannya
daripada sekadar bermain game di komputer.
Tegas Tapi Santun
Dalam
memimpin para pegawainya dan ketika melayani masyarakat, hendaknya
Kepala KUA bersikap tegas tapi santun. Sikap ini bermakna bahwa ia tidak
akan berkompromi dengan segala kesalahan dan penyelewengan dari aturan
yang jelas. Tetapi sikapnya tetap santun, tanpa amarah, dan tanpa
dendam.
Seorang
Kepala KUA harus berani menolak kehendak nikah poligami seorang pejabat
tinggi negara, umpamanya, yang belum memiliki izin poligami dari
Pengadilan Agama. Penolakan yang ia lakukan haruslah sesuai prosedur,
dengan menggunakan model N9 misalnya, disertai dengan sikap baik dan
penjelasan yang memberi pencerahan.
Rapi dan Sopan
Memang
Allah tidak menilai kemuliaan seseorang dari casing yang dipakainya,
tetapi harus diingat, bahwa Allah mencintai dan menghargai keindahan,
kebersihan, dan kerapihan. Artinya, seorang Kepala KUA semestinya
berpenampilan rapi dan sopan, terlihat indah dan pantas jika dilihat.
Berpakaian tidak mesti harus mahal, cukup dengan berpakaian rapi dan
sopan sudah memberikan nilai lebih bagi seorang kepala KUA.
Profesional
Sudah
jelas bahwa tugas Kepala KUA bertumpuk-tumpuk. Mulai dari bidang urusan
agama Islam, bidang wakaf, bidang haji, bidang penamas, hingga menjadi
koordinator keagamaan dan leading sector pembangunan agama di wilayah
kecamatan. Mau tidak mau, Kepala KUA harus memahami dengan benar
keseluruhan tugas-tugasnya tersebut beserta fungsi dan kewenangannya.
Pemahaman
yang benar akan tugas, fungsi, dan kewenangan Kepala KUA sangat
diperlukan oleh Kepala KUA dalam bekerja melayani masyarakat. Tujuannya
agar kepala KUA tidak offside, melakukan tugas atau fungsi atau
kewenangan pejabat lain yang akan mengakibatkan cacat hukum atau cacat
administrasi.
Sebagaimana
dalam KMA Nomor 517 tahun 2001, Kepala KUA (sebagai top leader pada KUA
Kecamatan) memiliki fungsi: 1) Menyelenggarakan Statistik dan
Dokumentasi; 2) Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat,
kearsipan, pengetikan dan rumah tangga KUA Kecamatan; 3) Melaksanakan
pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf,
baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga
sakinah, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur
Jendeeral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara
kewenangan Kepala KUA, sebagian di antaranya adalah: 1) Menjadi Wali
Hakim di wilayah Kecamatan bagi calon pengantin wanita yang tidak
memiliki wali nasab atau wali nasabnya ada halangan syar’i; 2)
Menerbitkan dan atau menandatangani Akta, Kutipan Akta, dan surat-surat
otentik lainnya dalam bidang NR sebagai PPN; 3) Menerbitkan dan atau
menandatangani Akta, Salinan Akta, dan surat-surat lainnya dalam bidang
wakaf selaku PPAIW; 4) Menerbitkan dan atau menandatangani surat-surat
bagi pelaksanaan kegiatan bimbingan calon jemaah haji, zakat,
kemasjidan; 5) Menetapkan visi, misi, rencana strategis, rencana kerja
tahunan, dan program serta kegiatan yang akan dilaksanakan sejalan
dengan visi, misi Kementerian Agama; 6) Mengatur, membagi kerja, dan
menetapkan job deskripsi bagi seluruh pegawai yang ada di KUA Kecamatan
baik pegawai struktural maupun fungsional, juga mengawasi serta
melakukan evaluasi atas pekerjaan seluruh pegawai, karena ia kepala
kantor.
Kompeten di Bidangnya
Kompetensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai
Negeri Sipil, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011 tanggal 28 Juni 2011 menjelaskan
tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan. Pedoman ini
merupakan panduan bagi setiap instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah dalam menyusun standar kompetensi jabatan pada instansi
masing-masing.
Kepala
KUA Kecamatan adalah jabatan struktural dengan eselon IV (IV b). Sesuai
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV, Kepala KUA
Kecamatan hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mampu
memahami dan mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung-jawab unit organisasinya. 2) Mampu
memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab unit organisasinya. 3) Mampu melaksanakan
pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit
organisasinya. 4) Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi. 5) Mampu
melakukan kerja sama dengan unit-unit terkait baik dalam organisasi,
maupun diluar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.
6) Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit
organisasinya. 7) Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi
pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya. 8) Mampu
melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam unit
organisasinya. 9) Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit
organisasinya. 10) Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya
dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan. 11)
Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan-perbaikan/
pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat atasannya.
Melayani Masyarakat Berbasis SOP
Standart
Operation Procedure (SOP) sudah merupakan hal wajib bagi setiap
instansi pemerintah, terutama instansi yang berhadapan langsung dan
melakukan pelayanan kepada masyarakat seperti KUA.
Kementerian
Agama (dari Pusat hingga kabupaten/kota) telah dan sedang menetapkan
SOP-SOP bagi pelayanan NR, wakaf, dan pelayanan-pelayanan KUA lainnya.
Sebagian telah diberlakukan sebagiannya lagi belum. Dalam bekerja
melayani masyarakat, Kepala KUA harus memastikan bahwa pelayanan yang
dilakukan adalah berdasarkan SOP-SOP tersebut. Jika suatu pelayanan
diamanatkan harus dapat selesai dalam 30 menit, maka Kepala KUA beserta
segenap pegawainya harus mampu menyelesaikannya dengan baik tidak lebih
dari 30 menit. Bahkan, jika memungkinkan harus ada target kurang dari 30
menit.
Menggerakkan dan Memotivasi Kerja
Manajer
yang baik bukanlah manajer borongan yang mengerjakan sebagian besar
pekerjaan oleh dirinya sendiri (karena tidak percaya kepada pegawainya
atau karena belum ada pegawainya yang bisa mengerjakan). Manajer yang
baik adalah manajer yang mampu menggerakkan dan memotivasi pegawainya
untuk bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsinya. Begitu pun kepala
KUA.
Pembuatan
job description yang jelas, tepat, dan aplikatif bagi setiap pegawai
merupakan hal yang amat penting untuk menggerakkan pegawai melaksanakan
tugasnya dengan baik. Tentunya juga harus disertai dengan bimbingan,
motivasi, teguran, peringatan, dan pengawasan melekat yang terarah dan
terstruktur yang didasari ketulusan dan tanggung jawab selaku pimpinan
terhadap para pegawainnya.
Loyal dan Komitmen Terhadap Korps Kementerian Agama
Kementerian
Agama pada hakikatnya memiliki tugas mulia, yakni berupaya agar warga
negara Indonesia dapat hidup dengan aman dan indah dengan menjalankan
agamanya. Hakikat tugas itu bukanlah hal yang ringan. Karenanya,
diperlukan kesatuan langkah dari segenap pegawai Kementerian Agama
terutama para pejabatnya dalam melaksanakan program-program yang telah
direncanakan.
Jangan
sampai, seorang Kepala KUA justeru menjadi duri penghambat pelaksanaan
program karena ia melangkah sendiri, bekerja semaunya sendiri, tanpa
mengindahkan petunjuk dan arahan dari atasannya.
Bersinerji dengan Instansi Lain di Wilayah Kecamatan
Kepala
KUA yang baik adalah sosok yang mobile. Ia aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mitra-mitranya di kecamatan. Ia
pun melaksanakan program-program Kementerian Agama dengan bersinerji
dengan instansi dan lembaga lain di wilayah kecamatan yang dipimpinnnya.
Ia mampu berkoordinasi lintas sektoral dengan cantik dan elegan.
Bahkan, boleh dibilang di pundak kiri kepala KUA terpampang tugas umaro,
dan di pundak kanannya tugas sebagai ulama.
Kepala
KUA ideal bukan tipe Kepala KUA penjaga kantor. Ia keluar dari kantor
KUA bukan untuk meninggalkan tugasnya, tetapi justeru untuk bersinerji
dengan instansi atau lembaga lain guna memperkuat pelaksanaan program
Kementerian Agama dan pembangunan bidang agama di wilayahnya.
Terus Mengembangkan Diri
Bagi
seorang Muslim, terutama bagi Kepala KUA, perintah Nabi Saw. untuk
mencari ilmu dari buaian sampai liang lahat merupakan petunjuk agung
bagi pengembangan dirinya. Kepala KUA ideal tidak akan pernah puas atas
ilmu yang telah dimilikinya. Ia akan selalu haus akan segala ilmu dan
pengetahuan, khususnya yang menunjang pelaksanaan tugasnya memimpin
kantor terujung dari Kementerian Agama.
Meneruskan
sekolah formal ke jenjang pascasarjana (S2 dan S3) merupakan salah satu
program prioritas pengembangan diri yang dilakukan oleh Kepala KUA
ideal. Sebab ia sadar bahwa selaku pemimpin ia harus lebih maju dari
yang dipimpinnnya. Apalagi, memang sudah banyak di antara staf atau
penghulu yang dipimpinnya telah berpendidikan S2.
Selain
pendidikan formal, Kepala KUA ideal juga senantiasa berperan serta
aktif dalam diklat-diklat, workshop, seminar, dan forum ilmiah lainnya,
baik yang diselenggarakan Kementerian Agama maupun yang difasilitasi
oleh instansi atau lembaga atau pihak lain.
Menggali Kitab-Kitab Turats Hukum Islam
Penggalian
akan khazanah keilmuan yang telah dihasilkan para ulama terdahulu pada
zaman keemasan Islam yang tersaji dalam kitab-kitab turats (kitab-kitab
kuning) menjadi hoby dari Kepala KUA ideal. Ia menyisihkan uang
pribadinya untuk membeli kita-kitab yang diperlukan atau untuk mengunduh
kitab-kitab turats yang banyak tersaji di dunia tanpa batas, yaitu
dunia maya/internet.
Memang
benar jika Kepala KUA seharusnya menjalankan dengan konsekwen segala
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan negara/pemerintah
Republik Indonesia. Ia akan lebih mendahulukan itu daripada nilai-nilai,
pemahaman, atau hukum-hukum yang lainnya. Tetapi, ia pun harus memahami
norma, pemahaman, dan hukum-hukum selain peraturan perundang-undangan,
seperti Fiqh, Ushul Fiqh, dan fatwa-fatwa.
Ini
dilakukan oleh Kepala KUA ideal karena ia menyadari bahwa masyarakat
yang ia layani menjalankan norma, pemahaman, dan hukum-hukum tersebut.
Bahkan, sebagian dari mereka terkadang sangat emosional dan tidak mau
membuka diri bagi norma, pemahaman, dan hukum di luar yang mereka
yakini.
Kepala
KUA ideal akan tetap konsekwen menjalankan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan, tetapi ia tidak akan bersikap
kaku. Ia akan menjaga substansi hukum dari peraturan-peraturan tersebut,
di samping ia dengan bijak menyesuaikan teknis (yang tidak prinsipil)
dengan norma, pemahaman, dan hukum yang masyarakat anut. Tentunya ia pun
harus terus tanpa putus asa dan dengan cara yang cantik melakukan
sosialisasi dan penjelasan peraturan perundang-undangan kepada
masyarakat. Ini sebagai strategi tatbiq al-ahkam (menerapkan peraturan
perundang-undangan ke masyarakat). Misinya adalah terbukanya wawasan
masyarakat, sehingga dapat menerima peraturan perundang-undangan.
Melek IT
Di
jaman di mana teknologi, terutama teknologi informasi, yang berkembang
begitu cepat seperti sekarang, Kepala KUA ideal akan menganggapnya
sebagai tantangan yang menarik hatinya dan peluang yang akan menjadi
solusi untuk berusaha terus memperbaiki kinerja dirinya dan segenap
pegawai yang dipimpinnya untuk melayani masyarakat.
Seorang
Kepala KUA ideal tidak perlu mahir secara mendalam teknologi komputer,
internet, printer, foto digital, dan teknologi teknologi lainnya. Ia
hanya cukup memahami dasar-dasar dan manfaat dari teknologi-teknologi
tersebut. Kepala KUA ideal akan mengarahkan dan memfasilitasi beberapa
pegawainya untuk mahir dan ahli dalam IT.
Langkah
ini ia lakukan untuk lebih mempermudah dan mengefektifkan pelaksanaan
pekerjaan di kantornya, seperti yang sudah ia buktikan dengan Sistem
Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), SIMBI, SIMAS, SIWAK, SIMPONI dan
lain-lain.
Penutup
Dari
paparan di atas jelaslah bahwa Kepala KUA memiliki peran yang sangat
strategis bagi Kementerian Agama. Walaupun eselonnya rendah, tetapi
tugas dan tanggung jawabnya luar biasa besar. Dari mengurusi bidang
urais, wakaf, haji, hingga kemasjidan penamas. Karena itu dibutuhkan
sosok Kepala KUA ideal yang memiliki ferformance berakhlakul karimah,
profesional, dan terus mengembangkan diri untuk memimpin kantor terujung
dari Kementerian Agama, yaitu KUA. *** H. Asep Mulyadi, S.Ag., M.Sy.
(Sekretaris Pokjahulu Kab. Pandeglang)